Universitas Gadjah Mada Manajemen Irigasi
Teknik Pertanian & Biosistem
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
  • Prestasi
  • Publikasi
  • Komunitas (CoP)
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • Penelitian
Arsip:

Penelitian

Pengamatan Hujan Efektif untuk Mendukung Modernisasi Irigasi

Modernisasi IrigasiPenelitianUncategorized Friday, 22 September 2023

Latar Belakang
Salah satu aspek dalam modernisasi irigasi adalah real time, real allocation dan real losses dalam pemberian air irigasi. Salah satu komponen yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian air secara real time adalah hujan efektif harian yang spesifik lokasi.

Dasar Teori
Dalam konteks pertanian, hujan yang jatuh ke bumi bisa jatuh ke permukaan tanah atau ke permukaan tanaman. Jalur air hujan yang jatuh ke bumi bisa dilihat pada gambar berikut.

Jalur air hujan

Istilah hujan efektif sering memiliki dipahami dengan cara yang berbeda-beda. Dalam konteks irigasi ini, hujan efektif yang dimaksud ialah jumlah hujan yang dapat ditampung oleh tanah di area perakaran dan dapat dimanfaatkan oleh pertumbuhan tanaman. Untuk padi hujan efektif, termasuk hujan yang tertampung di sawah (dalam pematang). Jumlah hujan yang hilang akibat perkolasi yang lebih dalam (menuju lapisan air tanah) dan limpasan permukaan dianggap sebagai hujan tidak efektif (ineffective rainfall). Dengan melihat Gambar jalur air hujan, maka komponen penyusun hujan efektif terdiri dari intersepsi, air yang dimanfaatkan oleh tanaman, dan evaporasi dari permukaan tanah. Bagian hujan yang tertahan di tanah dalam bentuk lengas tanah dan genangan pada budidaya padi nantinya akan dikonsumsi oleh tanaman menjadi bagian hujan efektif.  read more

Poster – Applying Knowledge Management for Irrigation Performance Improvement

GIBPenelitian Thursday, 19 September 2019

Setalah pembangunan irigasi Indonesia difokuskan pada perkembangan infrastruktur, maka manajemen irigasi menjadi fokus selanjutnya. Tantangan pengelolaan irigasi terutama terkait dengan sumber daya manusia dan manajemen pengetahuan mereka. Masalah terjadi dalam sumber daya manusia dan manajemen pengetahuan dapat mengancam keberlanjutan sistem irigasi. Beberapa upaya untuk mengembangkan sistem pengetahuan pada sistem manajemen irigasi sudah mulai dikembangkan di Indonesia. Tujuan poster ini adalah untuk menganalisis pengembangan sistem manajemen pengetahuan dalam tiga kasus berbeda pada pengelolaan irigasi.

Sampah Plastik Paling Banyak Mencemari Irigasi

AkademisiGIBPenelitian Thursday, 23 May 2019

Perilaku masyarakat yang masih membuang sampah secara sembarangan memunculkan pencemaran di lingkungan pedesaan, termasuk di lahan sawah dan irigasi. Berdasarkan jenisnya, sampah plastik menjadi yang paling banyak ditemukan mencemari irigasi.

“Sampah plastik merupakan sampah yang paling tinggi ditemukan mencemari irigasi, mencapai lebih dari 52%,” tutur Dede Sulaeman saat mengikuti ujian terbuka program Doktor Ilmu Lingkungan, Kamis (16/5) di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM.

Pencemaran sampah pada irigasi, ujarnya, terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan telah berlangsung cukup lama serta menyebabkan berbagai gangguan lingkungan. Meski demikian, menurutnya, belum ada penyelesaian yang berarti untuk persoalan tersebut.

Dalam penelitiannya, ia mengkaji partisipasi petani pada pengelolaan irigasi bersih untuk keberlanjutan lingkungan di Kabupaten Bantul. Ia menemukan bahwa pencemaran sampah di saluran irigasi telah terjadi pada saluran primer, sekunder, dan tersier, serta masuk ke lahan sawah.

Ia menerangkan, karakteristik sampah di saluran irigasi dan lahan sebagian besar adalah sampah anorganik.

“Terdapat juga jenis sampah yang membahayakan kesehatan manusia karena mengandung bahan beracun, tajam, atau sumber bibit penyakit seperti popok, kotoran hewan, bangkai hewan, serbet sanitari, lampu tabung, logam, dan kaca,” jelasnya.

Dr. Dede Sulaeman bersama dewan penguji setelah ujian terbuka

Selain dampak kesehatan, dampak lingkungan lainnya yang ditimbulkan oleh pencemaran ini meliputi penurunan kualitas air, meningkatnya perkembangbiakan penyakit, pendangkalan saluran, penyumbatan saluran irigasi, gangguan pertumbuhan tanaman, serta merusak kualitas tanah.

Selain itu, Dede menambahkan bahwa sampah yang mencemari irigasi juga menimbulkan gangguan lingkungan sosial petani berupa munculnya konflik antara petani dengan warga.

“Hal ini pernah dialami lebih dari 80% petani,” imbuhnya.

Dalam penelitian yang ia lakukan, Dede menawarkan teori partisipasi berbasis aksi dan pengetahuan berdasarkan fakta bahwa petani memiliki kemampuan untuk bertindak berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya sejak lama mengenai pemeliharaan irigasi atau pada kasus spesifik adalah pembersihan irigasi.

Konsep ini dilandasi tiga teori, yaitu generative transformational evolutionary process, triple-loop learning, dan learning from the experiences and learning from the future. Berdasarkan teori partisipasi berbasis aksi dan pengetahuan, tindakan petani tidak sekadar aktivitas fisik, namun bermakna dan bernilai ajakan pada masyarakat dan pemerintah untuk juga melakukan aksi yang bermanfaat bagi lingkungan.

“Partisipasi petani meluas dari sekadar mencari keuntungan pribadi atau mengamankan usaha kepada menghargai air sebagai bagian dari sumber daya alam yang digunakan bersama untuk tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai,” kata Dede.

Berdasarkan teori ini, petani dan organisasi petani pemakai air memiliki peran yang seimbang dan saling memperkuat. Petani sebagai individu memiliki peran dalam pengelolaan lingkungan irigasi dalam lingkup kecil, namun petani sebagai bagian dari organisasi pemakai air berkontribusi bagi pencapaian tujuan bersama dalam organisasi.

 

Sumber: Web UGM
Foto: Rohmad Basuki

Pengelompokan Perkumpulan Petani Pemakai Air dengan Metode Fuzzy Clustering di Wilayah Pengasih Timur Sistem Irigasi Kalibawang

PemerintahPenelitianPetani Sunday, 21 April 2019

Latar Belakang
Dalam pengelolaan irigasi, terdapat dua institusi yang berperan yaitu pemerintah dan petani. Pemerintah sesuai dengan kewenangannya mengelola jaringan utama sedangkan petani melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) mengelola jaringan tersier.

Analisis Kesenjangan Pengetahuan pada Operasi Irigasi di DI Colo

Penelitian Thursday, 7 March 2019

Salah satu cara untuk mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia adalah dengan optimalisasi sumber daya lahan dan air. Irigasi adalah salah satu fokus optimalisasi sumberdaya air guna mendukung pencapaian ketahanan pangan. Untuk itu pemerintah Indonesia telah mengembangkan infrastruktur utama irigasi berupa waduk dan bendung dalam beberapa tahun terakhir.Pembangunan infrastruktur irigasi harus diikuti dengan pengembangan sumberdaya manusia sebagai strategi untuk meningkatkan layanan irigasi. Manusia adalah pengguna air sekaligus pengelola infrastruktur yang telah dibangun.

KAJIAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI PADA PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN (O&P) IRIGASI TERSIER STUDI KASUS DAERAH IRIGASI KALIBAWANG

Penelitian Friday, 23 November 2018

Operasi dan Pemeliharaan (OP) merupakan bagian dari pilar irigasi. Dalam pelaksanaannya O&P dipengaruhi oleh pilar irigasi yang lain meliputi ketersediaan air, infrastruktur irigasi, manajerial kelembagaan, sumberdaya manusia dan pembiayaan. Adanya penurunan pada salah satu pilar akan mempengaruhi kinerja dari pilar lainnya. Tulisan ini bertujuan untuk menilai hubungan, mengukur dan menentukan model pengelolaan irigasi ditingkat irigasi tersier pada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam pilar irigasi yang meliputi pengelolaan irigasi, institusi/kelembagaan dan sumber daya manusia serta pembiayaan. Studi kasus penelitian pada P3A Daerah Irigasi Kalibawang menggunakan kuesioner. Penilaian hubungan dan model pengelolaan irigasi dalam pilar irigasi menggunakan SEM LISREL. Berdasarkan analisis yang dilakukan hubungan kausalitas antar pilar irigasi menyimpulkan bahwa sumberdaya manusia memiliki hubungan yang signifikan terhadap manajerial kelembagaan dan pembiayaan, namun hubungan antara sumberdaya manusia dan pengelolaan irigasi tidak signifikan. Model pengukuran Manajerial Kelembagaan yaitu MK = 0,37 SDM (R2 = 0,13). Model pengukuran Pembiayaan yaitu PM = 0,30 MK + 0,37 SDM (R2 = 0,31). Model pengukuran pada pengelolaan P3A yaitu OP = 0,72 MK + 0,27 PM + 0,037 SDM (R2 =0,79), sehingga dapat diketahui bahwa variabel MK dan PM dapat menjelaskan kinerja OP sebanyak 79%, sedangkan 21% lainnya merupakan pengaruh dari faktor lain di luar lingkup penelitian ini. Strategi umum untuk peningkatan kinerja OP diprioritaskan dengan pemberdayaan peran sumberdaya manusia pada P3A.

PENGELOMPOKAN KINERJA SISTEM IRIGASI BERDASARKAN KINERJA PRASARANA, KETERCAPAIAN DEBIT, DAN PRODUKTIVITAS DI DAERAH IRIGASI SERAYU JAWA TENGAH DENGAN METODE K-MEAN CLUSTERING

Penelitian Friday, 23 November 2018

Prasarana merupakan pilar ke dua yang menyusun 5 pilar irigasi. Kondisi prasarana/infrastrukur yang kurang memadai dapat mempengaruhi kinerja sistem irigasi serta ketersediaan air. Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi kinerja prasarana sistem irigasi ditinjau dari aspek prasarana irigasi, debit, serta produktivitas guna mendukung modernisasi irigasi, serta mengetahui hasil analisis Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI) secara kuantitatif sebagai acuan untuk pengambilan keputusan dalam bentuk Peta menggunakan metode K-Means Clustering. Studi lapangan dari penelitian dilakukan pada Daerah Irigasi Serayu, Jawa Tengah yang mengaliri persawahan di Kabupaten Cilacap, Kebumen, dan Banyumas. Berdasarkan hasil analisis clustering Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI) secara kuantitatif menyimpulkan bahwa DI Serayu yang dikelompokan menjadi 3 cluster memiliki sebaran kondisi optimum sebesar 70,27%, kondisi kurang optimum 24,32 %, dan kondisi tidak optimum 5,4 %. Jaringan kondisi optimum tersebar dalam cluster 1 yang pada umumnya merupakan saluran induk dan jaringan yang kurang optimum tersebar dalam cluster 3 sedangkan jaringan dengan kinerja tidak optimum merupakan member cluster 2 yang berada pada saluran sekunder bagian hilir

ANALISIS KINERJA IRIGASI TERSIER DAERAH IRIGASI KEWENANGAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARKAN KONDISI INFRASTRUKTUR DAN KEMAMPUAN ORGANISASI MENGATASI MASALAH

PenelitianUncategorized Friday, 23 November 2018

Jaringan irigasi tersier ( JIT ) berfungsi mengalirkan air dari jaringan irigasi sekunder menuju petak-petak sawah. Infrastruktur merupakan salah satu faktor penting dalam proses usahatani. Petani tergabung dalam perkumpulan petani pengguna air (P3A). Pada penelitian ini dilaksanakan analisis kinerja irigasi daerah irigasi kewenangan DIY berdasarkan kondisi infrastruktur dan kemampuan organisasi mengatasi masalah. Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Bantul, Kulon Progo, Sleman dan Gunungkidul. Kondisi infrastruktur dinilai melalui penelusuran jaringan irigasi tersier yang terdiri atas saluran permanen, saluran tanah, bangunan pelengkap dan bangunan lain-lain dengan skor 1-4. Hasil Skor tersebut selanjutnya diberi bobot saluran permanen 35%, saluran tahan 35%, bangunan pengatur 25% dan bangunan lain-lain 5%. Kemampuan organisasi mengatasi masalah berdasarkan 9 aspek pemecahan masalah oleh P3A. Penilaian 9 aspek tersebut di diberi dikategorikan menjadi 4 pembobotan dengan nilai 0 – 2. Kinerja irigasi berdasarkann kondisi infrastruktur dan kemampuan organisasi memgatasi masalah selanjutnya dianalisi menggunakan diagram Cartesius. Dari 86 P3A, terbagi menjadi kuadran I dan IV, kuadran I terdapat 32 P3A yang memiliki kondisi Infrastruktur kategori rusak ringan, 35 P3A kategori baik dan kemampuan organisasi mengatasi masalah terdapat 1 P3A dalam kategori baik, dan 66 P3A dalam kategori sangat baik. Kuadran IV terdapat 17 P3A yang memiliki kondisi Infrastruktur rusak sedang, 2 P3A kategori rusak berat dan kemampuan organisasi mengatasi masalah terdapat 1 P3A dalam kategori baik dan 5 P3A dalam kategori sangat baik

Analisis Hasil Evaluasi Kinerja Sistem Irigasi Tersier dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Merdiko Kabupaten Bantul dengan Menggunakan Fuzzy Set Theory

Penelitian Friday, 23 November 2018

Irigasi sebagai penunjang lahan sawah produktif di Kabupaten Bantul perlu diteliti kondisi kinerjanya untuk mengetahui apakah kegiatan pengelolaan irigasi yang selama ini dilaksanakan telah berhasil dan berfungsi dengan baik. Penelitian ini bertujuan utuk mengukur kinerja sistem irigasi tersier dengan Indeks Kinerja Sistem Irigasi (IKSI) serta membandingkan dan mengelompokkan hasilnya dengan Fuzzy Set Theory. Sampel adalah 5 P3A DI Merdiko (P3A Budi luhur, P3A Tirto Rahayu 1, P3A Tirto Rahayu 3, P3A Subur 1, dan P3A Nototirto) yang dinilai dari aspek prasarana fisik, produktivitas tanaman, kondisi operasi dan pemeliharaan, pengelola pembagi air, dokumentasi, dan P3A. Hasil analisis dengan IKSI menunjukkan kinerja sistem irigasi tersier yang ada di 5 P3A di DI Merdiko baik sampai sangat baik. Hasil penilaian dengan IKSI memberikan hasil nilai kinerja dari yang tertinggi P3A Tirto Rahayu 1, P3A Budi Luhur, P3A Tirto Rahayu 3, P3A Subur 1, dan P3A Nototirto berturut-turut yaitu 81,03 %,79,45 % , 77,74 %, 73,22 %, dan 70,23 %. Hasil analisis dengan Fuzzy Set Theory menunjukkan hasil peringkat P3A sama dengan penilaian absolut menggunakan IKSI. Hasil pengelompokan menunjukan dua kelompok P3A yaitu kelompok P3A di Saluran Merdiko Kanan (P3A Budi Luhur, P3A Tirto Rahayu 1, and P3A Tirto Rahayu 3) dan kelompok P3A di Saluran Merdiko Kiri (P3A Subur 1 and P3A Nototirto).

Perhitungan Kebutuhan Irigasi untuk Pencucian Garam di Wilayah Pertanian Lahan Pantai Samas

PemerintahPenelitianPetani Thursday, 22 November 2018

Latar Belakang
Gelombang tinggi yang terjadi beberapa hari menyebabkan penumpukan pasir di muara Sungai Opak yang menyebabkan tersumbatnya muara sungai. Akibatnya air sungai membanjiri daerah sekitar muara Sungai Opak yaitu di lahan pertanian lahan pantai Samas yang sedang ditanami bawang merah, cabai, jagung, dan palawija lain. Laut pasang dan gelombang yang sangat tinggi dapat melompati sumbatan muara sungai dan ikut membanjiri lahan pertanian namun sulit teratus ke laut.
Setelah melalui upaya dari berbagai fihak, muara sungai dapat dibuka dan air banjir dapat diatus. Meskipun demikian, dikhawatirkan garam masih tertinggal di lahan pertanian. Tingginya kadar garam dapat meracuni tanaman yang berada di lahan pantai Samas. Oleh karena itu, suatu penelitian dilakukan untuk mengukur kadar garam dan menghitung air irigasi yang diperlukan untuk mencuci (leaching) garam dari daerah perakaran.
Tim peneliti Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM) dibantu oleh tim peneliti dari University of Life Science and Natural Resources (BOKU) Austria meneliti kandungan garam yang tertinggal di lahan pertanian pasca banjir air payau. Pengambilan sampel tanah dipandu oleh petugas Operasi dan Pemeliharaan (OP) Daerah Irigasi Pijenan Kamijoro yang menguasai kondisi lapangan pada saat banjir. Pengukuran kadar garam ini diperlukan untuk menghitung jumlah air irigasi yang diperlukan untuk mencuci garam dari zona perakaran

Video suasana pengambilan sampel tanah lahan pantai

Pendekatan Teori
Masalah salinitas muncul jika garam berakumulasi di daerah perakaran sampai pada konsentrasi yang menyebabkan penurunan produksi. Di daerah beririgasi, problem salinitas muncul dari air tanah yang dangkal dan mengandung garam atau dari air yang mengandung garam yang digunakan untuk mengairi lahan. Pengurangan produksi akan terjadi bila garam terakumulasi dalam tanah sampai tingkat di mana tanaman tidak mampu untuk mengekstrak cukup air dari tanah bergaram yang menyebabkan stress tanaman dalam jangka waktu tertentu. Jika serapan air berkurang, maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Gejala stress tanaman di lahan berkadar garam tinggi mirip dengan gejala tanaman kekurangan air, seperti layu, warna daun lebih gelap, warna daun hijau kebiruan, serta daun lebih tebal dan bertambah lapisan lilin. Tingkat keparahan berbeda untuk tiap tingkat pertumbuhan tanaman yang terkena salinitas.
Garam yang menyebabkan masalah salinitas bersifat mudah larut dan mudah terangkut oleh air. Garam yang terakumulasi pada tanah dapat digelontor atau dicuci (leach) agar turun dan keluar dari zona perakaran jika air irigasi diberikan berlebih daripada kebutuhan tanaman. Proses pencucian (leaching) adalah kunci untuk mengendalikan kadar garam di daerah perakaran. Selama periode tertentu, garam yang tercuci harus lebih banyak daripada penambahan garam untuk mencegah akumulasi garam.
Kebutuhan pencucian garam dan kebutuhan irigasi dihitung dengan persamaan berikut

LR = kebutuhan pencucian minimum yang diperlukan untuk mempertahankan kandungan garam di bawah batas toleransi (tak bersatuan)
ECw = salinitas air irigasi (dS/m)
ECe = rerata toleransi tanaman terhadap salinitas tanah (dS/m)
I = kebutuhan irigasi
ET = evapotranspirasi
Pada penelitian ini ET diganti dengan satuan kebutuhan air (l/detik/ha)

Hasil Pengukuran Salinitas
Pada penelitian ini diukur kemasaman atau pH dan salinitas diukur dengan electrical conductivity atau EC. Pengukuran pH dan EC diukur di air dan tanah. Air yang diukur diambil dari 2 alur di tengah lahan pertanian dan 2 lokasi airtanah. Tanah yang diukur diambil dari dua lokasi lapisan sub soil dan dua lokasi lapisan airtanah. Masing-masing lokasi diambil dua ulangan. Hasil pengukuran pH dan EC berikut.

Hasil pengukuran pH dan EC dari air dan tanah

Tabel ini menunjukkan bahwa salinitas air sangat tinggi karena air ini berasal dari air pasang dan gelombang yang masuk ke lahan pertanian. Air ini dapat masuk ke dalam tanah dan sedikit mencemari air tanah. Tabel ini menunjukkan bahwa salinitas tanah
Dari pustaka diperoleh data toleransi tanaman terhadap salinitas sebagai berikut.

Batas toleransi beberapa tanaman terhadap salinitas

 

Hasil Perhitungan Kebutuhan Irigasi
Setelah dihitung dengan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh satuan kebutuhan air tanaman yang ditambah untuk pencucian garam adalah sebagai berikut.

Satuan Kebutuhan Air Irigasi termasuk untuk Pencucian Garam

Saran
Bencana banjir rob yang terjadi di lahan pertanian Pantai Samas merupakan kejadian tahunan yang mengikuti siklus iklim dan perputaran bulan dengan bumi, maka dapat disarankan apabila terjadi banjir rob untuk:
1. Sedapat mungin segera membuang air sisa banjir rob
2. Tidak menggunakan air payau bekas air rob yang tertinggal di saluran atau alur
3. Menggunakan air segar dari bendung untuk mencuci air garam selain memenuhi kebutuhan air tanaman sesuai tabel satuan kebutuhan air

Ucapan Terimakasih
– Petugas OP DI Pijenan Kamijoro
– Petani lahan pantai Samas
– Balai Pegelolaan Sumber Daya Air DIY

Daftar Pustaka
Ayers, R. S. dan D.W. Westcot, 1989, Water quality for agriculture, Rev 1., FAO Irrigation and Drainage Paper No. 29

Tim Peneliti
UGM : Murtiningrum, Ngadisih, Rizki Maftukhah
BOKU : Axel Mentler, Katharina Keiblinger, R

12

Forum Diskusi Komunitas

No topics yet!

Komentar Terbaru

  • Ali bosur on Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Universitas Gadjah Mada

Menara Ilmu Manajemen Irigasi

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN & BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Jln. Flora 1. Bulaksumur 55281 Yogyakarta Indonesia
  irigasi.tp@ugm.ac.id
  +62-274-563-542
  +62-274-563-542

© Universitas Gadjah Mada 2017

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju