Pada hari Rabu, 23 Maret 2022, Fakultas Teknik Universitas Gorontalo (UG) bersama Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil FT UG menyelenggarakan webinar series dunia Teknik Sipil ke-2. Dalam acara yang dilaksanakan secara daring tersebut, Dr. Murtiningrum, dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB), Fakultas Teknologi Pertanian, UGM hadir sebagai pembicara. Pada acara yang diselenggarakan secara daring, Dr. Murtiningrum menyampaikan paparan dengan judul Prospek Implementasi Modernisasi Irigasi di Indonesia.
Akademisi
“Sampah plastik merupakan sampah yang paling tinggi ditemukan mencemari irigasi, mencapai lebih dari 52%,” tutur Dede Sulaeman saat mengikuti ujian terbuka program Doktor Ilmu Lingkungan, Kamis (16/5) di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM.
Pencemaran sampah pada irigasi, ujarnya, terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan telah berlangsung cukup lama serta menyebabkan berbagai gangguan lingkungan. Meski demikian, menurutnya, belum ada penyelesaian yang berarti untuk persoalan tersebut.
Dalam penelitiannya, ia mengkaji partisipasi petani pada pengelolaan irigasi bersih untuk keberlanjutan lingkungan di Kabupaten Bantul. Ia menemukan bahwa pencemaran sampah di saluran irigasi telah terjadi pada saluran primer, sekunder, dan tersier, serta masuk ke lahan sawah.
Ia menerangkan, karakteristik sampah di saluran irigasi dan lahan sebagian besar adalah sampah anorganik.
“Terdapat juga jenis sampah yang membahayakan kesehatan manusia karena mengandung bahan beracun, tajam, atau sumber bibit penyakit seperti popok, kotoran hewan, bangkai hewan, serbet sanitari, lampu tabung, logam, dan kaca,” jelasnya.
Selain dampak kesehatan, dampak lingkungan lainnya yang ditimbulkan oleh pencemaran ini meliputi penurunan kualitas air, meningkatnya perkembangbiakan penyakit, pendangkalan saluran, penyumbatan saluran irigasi, gangguan pertumbuhan tanaman, serta merusak kualitas tanah.
Selain itu, Dede menambahkan bahwa sampah yang mencemari irigasi juga menimbulkan gangguan lingkungan sosial petani berupa munculnya konflik antara petani dengan warga.
“Hal ini pernah dialami lebih dari 80% petani,” imbuhnya.
Dalam penelitian yang ia lakukan, Dede menawarkan teori partisipasi berbasis aksi dan pengetahuan berdasarkan fakta bahwa petani memiliki kemampuan untuk bertindak berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya sejak lama mengenai pemeliharaan irigasi atau pada kasus spesifik adalah pembersihan irigasi.
Konsep ini dilandasi tiga teori, yaitu generative transformational evolutionary process, triple-loop learning, dan learning from the experiences and learning from the future. Berdasarkan teori partisipasi berbasis aksi dan pengetahuan, tindakan petani tidak sekadar aktivitas fisik, namun bermakna dan bernilai ajakan pada masyarakat dan pemerintah untuk juga melakukan aksi yang bermanfaat bagi lingkungan.
“Partisipasi petani meluas dari sekadar mencari keuntungan pribadi atau mengamankan usaha kepada menghargai air sebagai bagian dari sumber daya alam yang digunakan bersama untuk tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai,” kata Dede.
Berdasarkan teori ini, petani dan organisasi petani pemakai air memiliki peran yang seimbang dan saling memperkuat. Petani sebagai individu memiliki peran dalam pengelolaan lingkungan irigasi dalam lingkup kecil, namun petani sebagai bagian dari organisasi pemakai air berkontribusi bagi pencapaian tujuan bersama dalam organisasi.
Sumber: Web UGM
Foto: Rohmad Basuki
Mengapa jaringan irigasi memerlukan O&P? Kondisi jaringan irigasi akan makin menurun seiring dengan waktu dan penggunaan. Operasi, yang diartikan sebagai upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, menjaga agar pelayanan air dapat berjalan sesuai harapan. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. Dengan pemeliharaan, kondisi jaringan irigasi dikembalikan agar optimal sebelum terjadi kerusakan.
Sebagai kegiatan manajemen O&P juga mengikuti siklus manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Gambar 1 dan Gambar 2 merinci kegiatan O&P dalam
Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Murtiningrum, STP., M.Eng., menyebutkan bahwa permasalahan sistem irigasi menjadi semakin kompleks dengan semakin bertambahnya pemakaian air di daerah irigasi dengan kepentingan yang beragam pula. Selain kepentingan yang beragam, penggunaan air menuntut alur informasi yang semakin cepat. Di sisi lain, perubahan iklim global memengaruhi ketersediaan air.
“Dengan berbagai perubahan itu maka prosedur operasi dan pemeliharaan (OP) pada masa itu menjadi kurang sesuai. Prosedur yang ada kurang mendukung efektivitas pelaksanaan kegiatan O&P sehingga sulit diterapkan,”urainya, Senin (30/1) di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM.
Menurutnya, pola pengelolaan sistem irigasi bersifat lokal pada tingkat pengelolaan di lapangan sangat diperlukan. Pembuatan pola manajemen irigasi ini harus mempertimbangkan dasar hukum pengelolaan irigasi. Disamping itu, juga harus memperhatikan kondisi setempat, baik alamiah, sosial budaya maupun institusi dan sumber daya manusia.
Penyusunan prosedur pengelolaan daerah irigasi dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan irigasi di lapangan atau day-to-day management. Prosedur pengelolaan daerah irigasi ini, dikatakan Murtiningrum, perlu dikemas dalam suatu sistem informasi sebagai pendukung pengambil keputusan di masing-masing level manajemen.
“Selain itu, untuk memberikan informasi kepada pengguna irigasi secara cepat dan tepat,” jelasnya dalam ujian terbuka program doktor prodi Ilmu Teknik Sipil FT UGM.
Murtiningrum pun bergerak menyusun sistem pendukung keputusan atau decision support system (DSS) yang berperan membantu manajemen dalam menetapkan keputusan O&P yang optimal. Dukungan bagi pengambil keputusan daerah irigasi lintas kabupaten/kota diberikan dalam bentuk database yang berisikan informasi hidrologis dan tanaman secara historis maupun model prediksi ketersediaan air dari debit sungai.
Selanjutnya, model neraca air sebagai pendukung skenario pada penentuan pola tanam dan model distribusi air. Sedangkan untuk bahasa pemrograman menggunakan PHP dan sistem database MySQL.
“DSS ini disusun berbasis web dan dapat diakses melalui telepon seluler,” ungkapnya.
Murtiningrum menyampaikan bahwa sistem pendukung keputusan yang disusun berdasarkan prosedur O&P yang berlaku telah berhasil dicoba di daerah irigasi Cokrobedog dan daerah irigasi Mrican. Keduanya merupakan daerah irigasi lintas kabupaten/kota di DIY.
Subsistem penanganan data, kata dia, mengatur akses data pada DSS sesuai strata manajemen. Subsistem pola tanam berperan menjadi ajang diskusi bagi petani dan petugas berdasarkan luaran model. Selanjutnya, subsistem alokasi air memberikan masukan debit yang harus dialirkan pada periode tertentu. Sedangkan subsistem monitoring dan evaluasi memberikan nilai kerja sesuai strata manajemen sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan berikutnya. (Humas UGM/Ika)
Sumber: Web UGM.
Sebagai suatu sistem, sistem irigasi bersifat khas. Sistem irigasi dapat dipandang sebagai sistem berkalang seperti pada gambar. Sistem irigasi mendapat masukan berupa pengelolaan atau operasi dan pemeliharaan irigasi. Sistem irigassi menghasilkan output berupa pasok air yang menjadi input bagi sistem yang lebih luas yaitu sistem pertanian beririgasi. Di sini sistem irigasi menjadi bagian (sub sistem) dari sistem pertanian beririgasi. Masukan pada sistem pertanian beririgasi berupa air dari sistem irigasi dan onput lain seperti sarana produksi pertanian, tenaga kerja, dan sebagainya.
Sistem Irigasi Sebagai Sistem Berkalang (Small and Svensend, 1992)
Sistem pertanian beririgasi menghasilkan output berupa produksi pertanian yang menjadi input bagi sistem ekonomi pertanian. Sistem ekonomi pertanian menghasilkan output berupa pendapatan pertanian yang merupakan masukan bagi sistem ekonomi pedesaan. Sistem ekonomi pedesaan menghasilkan output berupa pembangunan pedesaan yang menjadi input bagi sistem sosial ekonomi wilayah.
Pengetahuan terhadap sistem irigasi sistem berkalang penting untuk menentukan batas dalam analisis sistem irigasi. Analisis dibatasi pada suatu kalang tertentu sehingga kalang di bawahnya menjadi sub sistem sedangkan kalang di luar dianggap sebagai lingkungan.
Komentar Terbaru