Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan serangkaian acara dalam rangka Gerakan Irigasi Bersih (GIB) tahun 2022. Rangkaian acara ini disi dengan kampanye di wilayah koordinasi DI kewenangan DIY selama bulan Oktober dan November. Acara sarasehan dihadiri oleh perwakilan P3A /GP3A, unsur pemerintah kalurahan (desa) dan kapanewon (kecamatan), dinas pertanian, dan lingkungan hidup. Narasumber sarasehan berasal dari DPRD DIY dan dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) yang bertindak selaku narasumber adalah Dr. Ngadisih dan Dr. Murtiningrum.
Petani
Hari Kamis 15 September 2022 Balai Besar wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak menyelenggarakan Perkuatan Kelembagaan Pengelola Irigasi bagi P3A di Daerah Irigasi (DI) Tajum. Acara diselenggarakan di Kota Purwokerto. Dosen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM Dr. Murtiningrum bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan dengan menyampaikan materi Inovasi Pemberdayaan Kelembagaan P3A dalam Mendukung Pengelolaan Irigasi Partisispatif.
[Video] Video Pembelajaran – Desain Irigasi Pompa untuk Perkebunan
Video pembelajaran yang diproduksi dalam rangka Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM). Video ini menggambarkan proses merancang irigasi pompa untuk perkebunan. Tahap-tahap perancangan meliputi penentuan tata letak kebun, penentuan posisi sumber air, pompa, dan bak, perhitungan kebutuhan air tanaman, perhitungan irigasi, kebutuhan energi pompa, serta penentuan jaringan distribusi.
[Video] Irigasi Hemat Air untuk Lahan Kering
Video pengenalan irigasi tetes untuk mengurangi kebutuhan air irigasi untuk mengairi lahan kering di Desa Wareng, Wonosari, Gunung Kidul. Penggunaan air irigasi perlu dihemat karena penggunaan airtanah perlu konservasi agar berkelanjutan. Video ini merupakan bagian dari pengabdian kepada masyarakat tahun 2021 melalui skema Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam pengelolaan irigasi, terdapat dua institusi yang berperan yaitu pemerintah dan petani. Pemerintah sesuai dengan kewenangannya mengelola jaringan utama sedangkan petani melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) mengelola jaringan tersier.
Pemberdayaan P3A telah memasuki era baru dengan dikeluarkannya UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelumnya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dijelaskan dengan PP 38/2007 tentang Pembagian kekuasaan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Dalam aturan ini secara spesifik diatur pemberdayaan P3A adalah kewenangan pemerintah yang membidangi pertanian dengan rincian tanggung jawab (i) pemerintah bertanggung jawab membuat kebijakan dalam pengembangan dan pemberdayaan P3A, (ii) pemerintah provinsi melakukan monitoring dan evaluasi pengembangan dan pemberdayaan P3A, dan (iii) pemerintah kabupaten/kota melakukan pendampingan pada P3A baik air permukaan maupun air tanah. Peluncuran UU No. 23/2014 berarti PP 38/2007 tidak berlaku lagi dan pemberdayaan P3A tidak diatur didalamnya
Pemberdayaan P3A mengikuti konsep bahwa irigasi mempunyai lima pilar yaitu ketersediaan sumberdaya air, prasarana, pengelolaan, institusi dan sumberdaya manusia. P3A merupakan institusi pengelola irigasi di tingkat petani. Dalam P3A terdapat sumberdaya manusia yang mengelola irigasi dan memanfaatkan irigasi.
Pemberdayaan P3A di masa depan memandang manusia sebagai pribadi seutuhnya. Manusia termasuk pengetahuan di dalam dirinya merupakan aset bagi institusi. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, perencanaan pemberdayaan P3A selayaknya didasarkan pada manajemen pengetahuan. Pada manajemen pengetahuan dengan teknologi informasi dan komunikasi, data pendukung aktual yang tersimpan pada sistem informasi diolah dan diinterpretasikan untuk menentuhan kebutuhan pemberdayaan P3A. Dengan manajemen pengetahuan maka pengetahuan P3A menjadi pengetahuan kelompok.
Materi sidang komisi irigasi Kabupaten Sleman tentang Pemberdayaan P3A selengkapnya dapat diunduh di sini.
Gelombang tinggi yang terjadi beberapa hari menyebabkan penumpukan pasir di muara Sungai Opak yang menyebabkan tersumbatnya muara sungai. Akibatnya air sungai membanjiri daerah sekitar muara Sungai Opak yaitu di lahan pertanian lahan pantai Samas yang sedang ditanami bawang merah, cabai, jagung, dan palawija lain. Laut pasang dan gelombang yang sangat tinggi dapat melompati sumbatan muara sungai dan ikut membanjiri lahan pertanian namun sulit teratus ke laut.
Setelah melalui upaya dari berbagai fihak, muara sungai dapat dibuka dan air banjir dapat diatus. Meskipun demikian, dikhawatirkan garam masih tertinggal di lahan pertanian. Tingginya kadar garam dapat meracuni tanaman yang berada di lahan pantai Samas. Oleh karena itu, suatu penelitian dilakukan untuk mengukur kadar garam dan menghitung air irigasi yang diperlukan untuk mencuci (leaching) garam dari daerah perakaran.
Tim peneliti Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM) dibantu oleh tim peneliti dari University of Life Science and Natural Resources (BOKU) Austria meneliti kandungan garam yang tertinggal di lahan pertanian pasca banjir air payau. Pengambilan sampel tanah dipandu oleh petugas Operasi dan Pemeliharaan (OP) Daerah Irigasi Pijenan Kamijoro yang menguasai kondisi lapangan pada saat banjir. Pengukuran kadar garam ini diperlukan untuk menghitung jumlah air irigasi yang diperlukan untuk mencuci garam dari zona perakaran
Video suasana pengambilan sampel tanah lahan pantai
Pendekatan Teori
Masalah salinitas muncul jika garam berakumulasi di daerah perakaran sampai pada konsentrasi yang menyebabkan penurunan produksi. Di daerah beririgasi, problem salinitas muncul dari air tanah yang dangkal dan mengandung garam atau dari air yang mengandung garam yang digunakan untuk mengairi lahan. Pengurangan produksi akan terjadi bila garam terakumulasi dalam tanah sampai tingkat di mana tanaman tidak mampu untuk mengekstrak cukup air dari tanah bergaram yang menyebabkan stress tanaman dalam jangka waktu tertentu. Jika serapan air berkurang, maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Gejala stress tanaman di lahan berkadar garam tinggi mirip dengan gejala tanaman kekurangan air, seperti layu, warna daun lebih gelap, warna daun hijau kebiruan, serta daun lebih tebal dan bertambah lapisan lilin. Tingkat keparahan berbeda untuk tiap tingkat pertumbuhan tanaman yang terkena salinitas.
Garam yang menyebabkan masalah salinitas bersifat mudah larut dan mudah terangkut oleh air. Garam yang terakumulasi pada tanah dapat digelontor atau dicuci (leach) agar turun dan keluar dari zona perakaran jika air irigasi diberikan berlebih daripada kebutuhan tanaman. Proses pencucian (leaching) adalah kunci untuk mengendalikan kadar garam di daerah perakaran. Selama periode tertentu, garam yang tercuci harus lebih banyak daripada penambahan garam untuk mencegah akumulasi garam.
Kebutuhan pencucian garam dan kebutuhan irigasi dihitung dengan persamaan berikut
LR = kebutuhan pencucian minimum yang diperlukan untuk mempertahankan kandungan garam di bawah batas toleransi (tak bersatuan)
ECw = salinitas air irigasi (dS/m)
ECe = rerata toleransi tanaman terhadap salinitas tanah (dS/m)
I = kebutuhan irigasi
ET = evapotranspirasi
Pada penelitian ini ET diganti dengan satuan kebutuhan air (l/detik/ha)
Hasil Pengukuran Salinitas
Pada penelitian ini diukur kemasaman atau pH dan salinitas diukur dengan electrical conductivity atau EC. Pengukuran pH dan EC diukur di air dan tanah. Air yang diukur diambil dari 2 alur di tengah lahan pertanian dan 2 lokasi airtanah. Tanah yang diukur diambil dari dua lokasi lapisan sub soil dan dua lokasi lapisan airtanah. Masing-masing lokasi diambil dua ulangan. Hasil pengukuran pH dan EC berikut.
Tabel ini menunjukkan bahwa salinitas air sangat tinggi karena air ini berasal dari air pasang dan gelombang yang masuk ke lahan pertanian. Air ini dapat masuk ke dalam tanah dan sedikit mencemari air tanah. Tabel ini menunjukkan bahwa salinitas tanah
Dari pustaka diperoleh data toleransi tanaman terhadap salinitas sebagai berikut.
Hasil Perhitungan Kebutuhan Irigasi
Setelah dihitung dengan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh satuan kebutuhan air tanaman yang ditambah untuk pencucian garam adalah sebagai berikut.
Saran
Bencana banjir rob yang terjadi di lahan pertanian Pantai Samas merupakan kejadian tahunan yang mengikuti siklus iklim dan perputaran bulan dengan bumi, maka dapat disarankan apabila terjadi banjir rob untuk:
1. Sedapat mungin segera membuang air sisa banjir rob
2. Tidak menggunakan air payau bekas air rob yang tertinggal di saluran atau alur
3. Menggunakan air segar dari bendung untuk mencuci air garam selain memenuhi kebutuhan air tanaman sesuai tabel satuan kebutuhan air
Ucapan Terimakasih
– Petugas OP DI Pijenan Kamijoro
– Petani lahan pantai Samas
– Balai Pegelolaan Sumber Daya Air DIY
Daftar Pustaka
Ayers, R. S. dan D.W. Westcot, 1989, Water quality for agriculture, Rev 1., FAO Irrigation and Drainage Paper No. 29
Tim Peneliti
UGM : Murtiningrum, Ngadisih, Rizki Maftukhah
BOKU : Axel Mentler, Katharina Keiblinger, R
Wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Tuban Jawa Timur yang berada di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo memanfaatkan air sungai melalui pompa untuk mengairi lahan pertanian. Pada umumnya pengelolaan irigasi tersier dilaksanakan oleh Perhimpunan Petani Pemakai Air (P3A), yang di Jawa Timur disebut Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA). Pengelolaan irigasi pompa di kedua wilayah tersebut masih menghadapi banyak kendala untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga petani. Masih diperlukan intervensi untuk meningkatkan kinerja tersier karena P3A masih menghadapi banyak kendala dalam pengelolaan air di lapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh P3A irigasi pompa dan menentukan strategi untuk meningkatkan kinerjanya.
Kerangka Pikir
Irigasi merupakan input penting bagi produksi pertanian. Dalam penelitian ini, irigasi dipandang sebagai suatu sistem yang mempunyai lima pilar yaitu ketersediaan air, infrastruktur, pengelolaan irigasi, institusi, dan sumberdaya manusia sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut. Sistem irigasi akan menghasilkan air sebagai input bagi produksi pertanian yang selanjutnya berkontribusi pada kesejahteraan petani.
Kelima pilar irigasi ini menjadi bagi kinerja sistem irigasi sehingga menentukan tingkat layanan yang diterima P3A. Penelitian ini mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi P3A berdasarkan lima pilar irigasi dan merumuskan strategi pemecahan masalah untuk meningkatkan kinerja P3A.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode penjajagan cepat melalui focus group discussion (FGD). Identitas P3A dikumpulkan melalui isian singkat. Pendapat responden dikumpulkan menggunakan kertas metaplan secara tertulis untuk dikelompokkan dan didiskusikan bersama. Penggunaan metaplan menjamin semua responden mengeluarkan pendapat. Semua pendapat yang masuk dikelompokkan menurut lima pilar sistem irigasi.
Suasana pengumpulan data
Diskripsi Sampel
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban di daerah irigasi yang mengambil air dari Sungai Bengawan Solo dengan pompa. Sampel terdiri dari 9 P3A dari Kabupaten Bojonegoro dan 5 P3A dari Kabupaten Tuban. Tabel berikut menunjukkan karakteristik P3A sampel.
Karakteristik P3A Ideal
Karakteristik P3A ideal menurut menurut peserta FGD adalah pada tabel berikut. Menurut responden karakteristik P3A yang baik mencakup kriteria yang terkait dengan lima pilar irigasi.
Permasalahan
Permasalahan pengelolaan irigasi di Bojonegoro dan Tuban yang sepanjang Bengawan Solo terkait dengan debit air Bengawan Solo yang berfluktuasi, banjir di musim hujan dan turun drastic pada musim kemarau. Permasalah berikutnya terkait dengan penggunaan pompa yang tidak sepadan. Pompa, baik listrik maupun diesel, memerlukan energi yang besar untuk operasi maupun pemeliharaan. Hal ini diperparah ketidakmampuan P3A untuk memelihara pompa dengan sepadan. Tingginya biaya operasi pompa tidak diimbangi dengan pola tanam yang sepadan. Pola tanam padi terus menerus akan berakibat penurunan produksi di musim tanam ketiga karena kekurangan air dan munculnya hama penyakit tanaman.
Selengkapnya permasalahan irigasi menurut responden disajikan pada Tabel berikut.
Usulan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang diusulkan oleh P3A pada tabel berikut masih bersifat setempat dan hanya menyelesaikan masalah sementara. P3A masih memerlukan peningkatan kapasitas untuk memahami sistem secara keseluruhan yang mempengaruhi kondisi wilayahnya.
Catatan Penutup
Pengambilan langsung dari sungai untuk irigai sebenarnya tidak dianjurkan. Pengelola Sungai Bengawan Solo perlu memperhitungkan kembali neraca air untuk seluruh sistem sungai.P Perhitungan ini digunakan sebagai dasar Batasan jumlah dan debit yang dapat diambil langsung dari sungai.
Ucapan terimakasih
Terimakasih disampaikan kepada TIRTA (The Tertiary Irrigation Technical Assistance) atas fasilitasi yang diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan. TIRTA merupakan bagian dari The Australia-Indonesia Partnership for Rural Economic Development (AIP-Rural) yang memberikan intervensi baik ketrampilan, permodalan, maupun peralatan kepada HIPPA pengelola irigasi pompa di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban.
Tim Peneliti
Peneliti: Murtiningrum, Sigit Supadmo Arif, Andri Prima Nugroho
Asisten: Mukhoirotul Khomsah, M. Aditya Bayu, Rohmad Basuki, Ganang Cahyo Seputro
Komentar Terbaru