Pada hari Kamis sampai dengan Sabtu tanggal 1-3 Juli 2021, Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III menyelenggarakan pelatihan petugas Operasi dan Pemeliharaan (OP) bagi petugas OP irigasi tingkat Kabupaten dan Provinsi di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Pelatihan ini dilaksanakan dalam rangka Program Integrated Participatory and Management Irrigation Program (IPDMIP). Dalam acara ini Dr. Murtiningrum, Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem bertindak sebagai salah satu narasumber.
Komunitas
Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang akan melaksanakan studi banding dan workshop dengan lokasi Kabupaten Bantul. Acara dilaksanakan tanggal 8 April 2021 secara daring (online). Sebagai narasumber dan materi dalam acara tersebut adalah:
- Materi Pengelolaan Sistem Irigasi di Kabupaten Bantul disampaikan oleh narasumber Yitno, ST., MT. Kepala Bidang Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Kabupaten Bantul.
- Materi Sistem Irigasi Partisipatif disampaikan oleh narasumber Dr. Murtiningrum, STP., M.Eng.

Materi sistem irigasi partisipatif mencakup:
- Irigasi sebagai sistem dengan komponen 5 pilar irigasi
- Pemahaman baru pengelolaan irigasi
- Partisipasi dalam pengelolaan irigasi.
Materi Dr. Murtiningrum selengkapnya dapat diunduh pada link ini.
Dalam sesi diskusi dibicarakan beberapa terkait pengelolaan irigasi dan pemberdayaan P3A, yaitu:
Sebagai evaluasi dari pelaksanaan pengembangan embung pertanian, pada hari Jumat 13 Desember 2019 di Yogyakarta dilaksanakan pertemuan menyangkut iklim, konservasi dan lingkungan hidup. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Ir. Rahmanto, Direktor Irigasi Pertanian serta bertindak sebagai nara sumber adalah Prof. Dr. Sigit Supadmo Arif dan Dr. Murtiningrum.

Pokok-pokok pikiran yang disampaikan pada pertemuan tersebut adlah
Metode pembelajaran yang digunakan menggunakan pendekatan pembelajaran untuk orang dewasa dengan kombinasi metode collaborative learning, ceramah, dan praktikum. Workshop dilaksanakan di Ruang Rapat DPUPKP sedangkan praktek pengukuran debit dilaksanakan di Daerah Irigasi Ewon. Peserta dibagi 3 kelompok dan melaksanakan praktek pengukuran debit dengan metode velocity area. Alat yang digunakan untuk pengukuran kecepatan adalah currentmeter dan pelampung sederhana.


Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bida Sumber Daya Air DPUPKP Kabupaten Bantul sebagai penyelenggara workshop.
“Sampah plastik merupakan sampah yang paling tinggi ditemukan mencemari irigasi, mencapai lebih dari 52%,” tutur Dede Sulaeman saat mengikuti ujian terbuka program Doktor Ilmu Lingkungan, Kamis (16/5) di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM.
Pencemaran sampah pada irigasi, ujarnya, terjadi di berbagai daerah di Indonesia dan telah berlangsung cukup lama serta menyebabkan berbagai gangguan lingkungan. Meski demikian, menurutnya, belum ada penyelesaian yang berarti untuk persoalan tersebut.
Dalam penelitiannya, ia mengkaji partisipasi petani pada pengelolaan irigasi bersih untuk keberlanjutan lingkungan di Kabupaten Bantul. Ia menemukan bahwa pencemaran sampah di saluran irigasi telah terjadi pada saluran primer, sekunder, dan tersier, serta masuk ke lahan sawah.
Ia menerangkan, karakteristik sampah di saluran irigasi dan lahan sebagian besar adalah sampah anorganik.
“Terdapat juga jenis sampah yang membahayakan kesehatan manusia karena mengandung bahan beracun, tajam, atau sumber bibit penyakit seperti popok, kotoran hewan, bangkai hewan, serbet sanitari, lampu tabung, logam, dan kaca,” jelasnya.

Selain dampak kesehatan, dampak lingkungan lainnya yang ditimbulkan oleh pencemaran ini meliputi penurunan kualitas air, meningkatnya perkembangbiakan penyakit, pendangkalan saluran, penyumbatan saluran irigasi, gangguan pertumbuhan tanaman, serta merusak kualitas tanah.
Selain itu, Dede menambahkan bahwa sampah yang mencemari irigasi juga menimbulkan gangguan lingkungan sosial petani berupa munculnya konflik antara petani dengan warga.
“Hal ini pernah dialami lebih dari 80% petani,” imbuhnya.
Dalam penelitian yang ia lakukan, Dede menawarkan teori partisipasi berbasis aksi dan pengetahuan berdasarkan fakta bahwa petani memiliki kemampuan untuk bertindak berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya sejak lama mengenai pemeliharaan irigasi atau pada kasus spesifik adalah pembersihan irigasi.
Konsep ini dilandasi tiga teori, yaitu generative transformational evolutionary process, triple-loop learning, dan learning from the experiences and learning from the future. Berdasarkan teori partisipasi berbasis aksi dan pengetahuan, tindakan petani tidak sekadar aktivitas fisik, namun bermakna dan bernilai ajakan pada masyarakat dan pemerintah untuk juga melakukan aksi yang bermanfaat bagi lingkungan.
“Partisipasi petani meluas dari sekadar mencari keuntungan pribadi atau mengamankan usaha kepada menghargai air sebagai bagian dari sumber daya alam yang digunakan bersama untuk tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai,” kata Dede.
Berdasarkan teori ini, petani dan organisasi petani pemakai air memiliki peran yang seimbang dan saling memperkuat. Petani sebagai individu memiliki peran dalam pengelolaan lingkungan irigasi dalam lingkup kecil, namun petani sebagai bagian dari organisasi pemakai air berkontribusi bagi pencapaian tujuan bersama dalam organisasi.
Sumber: Web UGM
Foto: Rohmad Basuki
Dalam pengelolaan irigasi, terdapat dua institusi yang berperan yaitu pemerintah dan petani. Pemerintah sesuai dengan kewenangannya mengelola jaringan utama sedangkan petani melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) mengelola jaringan tersier.
Debit diartikan sebagai volume air yang melewati suatu penampang tiap satuan waktu. Pengukuran debit merupakan kegiatan yang penting dalam operasi irigasi karena debit menunjukkan kinerja pengelolaan irigasi seperti kecukupan, kemerataan, ketepatan waktu, dan sebagainya.
Di jaringan irigasi dengan saluran terbuka, pengukuran debit biasanya dilakukan dengan bangunan ukur. Bangunan ukur adalah bentuk bangunan tertentu di saluran terbuka untuk membuat aliran kritis sehingga setiap pembacaan tinggi muka air berkorelasi dengan debit tertentu.

Pemberdayaan P3A telah memasuki era baru dengan dikeluarkannya UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelumnya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dijelaskan dengan PP 38/2007 tentang Pembagian kekuasaan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Dalam aturan ini secara spesifik diatur pemberdayaan P3A adalah kewenangan pemerintah yang membidangi pertanian dengan rincian tanggung jawab (i) pemerintah bertanggung jawab membuat kebijakan dalam pengembangan dan pemberdayaan P3A, (ii) pemerintah provinsi melakukan monitoring dan evaluasi pengembangan dan pemberdayaan P3A, dan (iii) pemerintah kabupaten/kota melakukan pendampingan pada P3A baik air permukaan maupun air tanah. Peluncuran UU No. 23/2014 berarti PP 38/2007 tidak berlaku lagi dan pemberdayaan P3A tidak diatur didalamnya
Pemberdayaan P3A mengikuti konsep bahwa irigasi mempunyai lima pilar yaitu ketersediaan sumberdaya air, prasarana, pengelolaan, institusi dan sumberdaya manusia. P3A merupakan institusi pengelola irigasi di tingkat petani. Dalam P3A terdapat sumberdaya manusia yang mengelola irigasi dan memanfaatkan irigasi.
Pemberdayaan P3A di masa depan memandang manusia sebagai pribadi seutuhnya. Manusia termasuk pengetahuan di dalam dirinya merupakan aset bagi institusi. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, perencanaan pemberdayaan P3A selayaknya didasarkan pada manajemen pengetahuan. Pada manajemen pengetahuan dengan teknologi informasi dan komunikasi, data pendukung aktual yang tersimpan pada sistem informasi diolah dan diinterpretasikan untuk menentuhan kebutuhan pemberdayaan P3A. Dengan manajemen pengetahuan maka pengetahuan P3A menjadi pengetahuan kelompok.

Materi sidang komisi irigasi Kabupaten Sleman tentang Pemberdayaan P3A selengkapnya dapat diunduh di sini.
Komentar Terbaru