Prasarana merupakan pilar ke dua yang menyusun 5 pilar irigasi. Kondisi prasarana/infrastrukur yang kurang memadai dapat mempengaruhi kinerja sistem irigasi serta ketersediaan air. Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi kinerja prasarana sistem irigasi ditinjau dari aspek prasarana irigasi, debit, serta produktivitas guna mendukung modernisasi irigasi, serta mengetahui hasil analisis Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI) secara kuantitatif sebagai acuan untuk pengambilan keputusan dalam bentuk Peta menggunakan metode K-Means Clustering. Studi lapangan dari penelitian dilakukan pada Daerah Irigasi Serayu, Jawa Tengah yang mengaliri persawahan di Kabupaten Cilacap, Kebumen, dan Banyumas. Berdasarkan hasil analisis clustering Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI) secara kuantitatif menyimpulkan bahwa DI Serayu yang dikelompokan menjadi 3 cluster memiliki sebaran kondisi optimum sebesar 70,27%, kondisi kurang optimum 24,32 %, dan kondisi tidak optimum 5,4 %. Jaringan kondisi optimum tersebar dalam cluster 1 yang pada umumnya merupakan saluran induk dan jaringan yang kurang optimum tersebar dalam cluster 3 sedangkan jaringan dengan kinerja tidak optimum merupakan member cluster 2 yang berada pada saluran sekunder bagian hilir
Salah satu komponen dalam penilaian IKMI adalah kesiapan P3A menghadapi modernisasi irigasi. Hasil penilaian tersebut berupa kondisi pilar-pilar irigasi pada setiap P3A. Tujuan penelitian ini adalah mengelompokkan P3A dengan kondisi yang mirip menggunakan analisis FCM. Tujuan pengelompokkan adalah untuk memudahkan identifikasi serta pemetaan kondisi pilar-pilar irigasi pada P3A menurut hasil penilaian IKMI. FCM merupakan cara pengelompokkan data dengan membentuk beberapa klaster yang keanggotaan setiap data didasarkan pada nilai matriks partisi akhir terbesar. P3A dikelompokkan berdasarkan pilar ketersediaan air, pengelolaan irigasi, institusi, serta sumber daya manusia. Hasil pengelompokkan dipetakan berdasarkan informasi lokasi data serta diidentifikasi menurut nilai centroid akhir masing-masing kategori. Dari hasil analisis, diketahui bahwa pengelompokkan 5 klaster memiliki hasil yang paling akurat dibandingkan pengelompokkan lainnya sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan kesiapan P3A menghadapi modernisasi irigasi. Kemudian, hasil identifikasi memperlihatkan bahwa sebagian besar P3A di DI Serayu belum cukup siap untuk modernisasi irigasi dan perlu perbaikan untuk pilar-pilar tertentu pada masing-masing klaster yang berbeda dengan klaster lainnya.
Latar Belakang
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang membutuhkan air untuk tumbuh optimal. Kabupaten Kulon Progo mempunyai lahan kopi seluas 783 ha yang sebagian berlokasi di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh. Topografi yang berbukit bukit dengan kemiringan tajam membuat pemberian air irigasi untuk tanaman kopi di Desa Pagerharjo memerlukan sistem irigasi pompa dengan desain khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keterkaitan kebutuhan air tanaman dengan desain sistem irigasi serta mendesain sistem irigasi pompa untuk tanaman kopi di Desa Pagerharjo.
Jaringan irigasi tersier ( JIT ) berfungsi mengalirkan air dari jaringan irigasi sekunder menuju petak-petak sawah. Infrastruktur merupakan salah satu faktor penting dalam proses usahatani. Petani tergabung dalam perkumpulan petani pengguna air (P3A). Pada penelitian ini dilaksanakan analisis kinerja irigasi daerah irigasi kewenangan DIY berdasarkan kondisi infrastruktur dan kemampuan organisasi mengatasi masalah. Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Bantul, Kulon Progo, Sleman dan Gunungkidul. Kondisi infrastruktur dinilai melalui penelusuran jaringan irigasi tersier yang terdiri atas saluran permanen, saluran tanah, bangunan pelengkap dan bangunan lain-lain dengan skor 1-4. Hasil Skor tersebut selanjutnya diberi bobot saluran permanen 35%, saluran tahan 35%, bangunan pengatur 25% dan bangunan lain-lain 5%. Kemampuan organisasi mengatasi masalah berdasarkan 9 aspek pemecahan masalah oleh P3A. Penilaian 9 aspek tersebut di diberi dikategorikan menjadi 4 pembobotan dengan nilai 0 – 2. Kinerja irigasi berdasarkann kondisi infrastruktur dan kemampuan organisasi memgatasi masalah selanjutnya dianalisi menggunakan diagram Cartesius. Dari 86 P3A, terbagi menjadi kuadran I dan IV, kuadran I terdapat 32 P3A yang memiliki kondisi Infrastruktur kategori rusak ringan, 35 P3A kategori baik dan kemampuan organisasi mengatasi masalah terdapat 1 P3A dalam kategori baik, dan 66 P3A dalam kategori sangat baik. Kuadran IV terdapat 17 P3A yang memiliki kondisi Infrastruktur rusak sedang, 2 P3A kategori rusak berat dan kemampuan organisasi mengatasi masalah terdapat 1 P3A dalam kategori baik dan 5 P3A dalam kategori sangat baik
Irigasi sebagai penunjang lahan sawah produktif di Kabupaten Bantul perlu diteliti kondisi kinerjanya untuk mengetahui apakah kegiatan pengelolaan irigasi yang selama ini dilaksanakan telah berhasil dan berfungsi dengan baik. Penelitian ini bertujuan utuk mengukur kinerja sistem irigasi tersier dengan Indeks Kinerja Sistem Irigasi (IKSI) serta membandingkan dan mengelompokkan hasilnya dengan Fuzzy Set Theory. Sampel adalah 5 P3A DI Merdiko (P3A Budi luhur, P3A Tirto Rahayu 1, P3A Tirto Rahayu 3, P3A Subur 1, dan P3A Nototirto) yang dinilai dari aspek prasarana fisik, produktivitas tanaman, kondisi operasi dan pemeliharaan, pengelola pembagi air, dokumentasi, dan P3A. Hasil analisis dengan IKSI menunjukkan kinerja sistem irigasi tersier yang ada di 5 P3A di DI Merdiko baik sampai sangat baik. Hasil penilaian dengan IKSI memberikan hasil nilai kinerja dari yang tertinggi P3A Tirto Rahayu 1, P3A Budi Luhur, P3A Tirto Rahayu 3, P3A Subur 1, dan P3A Nototirto berturut-turut yaitu 81,03 %,79,45 % , 77,74 %, 73,22 %, dan 70,23 %. Hasil analisis dengan Fuzzy Set Theory menunjukkan hasil peringkat P3A sama dengan penilaian absolut menggunakan IKSI. Hasil pengelompokan menunjukan dua kelompok P3A yaitu kelompok P3A di Saluran Merdiko Kanan (P3A Budi Luhur, P3A Tirto Rahayu 1, and P3A Tirto Rahayu 3) dan kelompok P3A di Saluran Merdiko Kiri (P3A Subur 1 and P3A Nototirto).
Latar Belakang
Gelombang tinggi yang terjadi beberapa hari menyebabkan penumpukan pasir di muara Sungai Opak yang menyebabkan tersumbatnya muara sungai. Akibatnya air sungai membanjiri daerah sekitar muara Sungai Opak yaitu di lahan pertanian lahan pantai Samas yang sedang ditanami bawang merah, cabai, jagung, dan palawija lain. Laut pasang dan gelombang yang sangat tinggi dapat melompati sumbatan muara sungai dan ikut membanjiri lahan pertanian namun sulit teratus ke laut.
Setelah melalui upaya dari berbagai fihak, muara sungai dapat dibuka dan air banjir dapat diatus. Meskipun demikian, dikhawatirkan garam masih tertinggal di lahan pertanian. Tingginya kadar garam dapat meracuni tanaman yang berada di lahan pantai Samas. Oleh karena itu, suatu penelitian dilakukan untuk mengukur kadar garam dan menghitung air irigasi yang diperlukan untuk mencuci (leaching) garam dari daerah perakaran.
Tim peneliti Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM) dibantu oleh tim peneliti dari University of Life Science and Natural Resources (BOKU) Austria meneliti kandungan garam yang tertinggal di lahan pertanian pasca banjir air payau. Pengambilan sampel tanah dipandu oleh petugas Operasi dan Pemeliharaan (OP) Daerah Irigasi Pijenan Kamijoro yang menguasai kondisi lapangan pada saat banjir. Pengukuran kadar garam ini diperlukan untuk menghitung jumlah air irigasi yang diperlukan untuk mencuci garam dari zona perakaran
Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Tuban Jawa Timur yang berada di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo memanfaatkan air sungai melalui pompa untuk mengairi lahan pertanian. Pada umumnya pengelolaan irigasi tersier dilaksanakan oleh Perhimpunan Petani Pemakai Air (P3A), yang di Jawa Timur disebut Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA). Pengelolaan irigasi pompa di kedua wilayah tersebut masih menghadapi banyak kendala untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga petani. Masih diperlukan intervensi untuk meningkatkan kinerja tersier karena P3A masih menghadapi banyak kendala dalam pengelolaan air di lapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh P3A irigasi pompa dan menentukan strategi untuk meningkatkan kinerjanya.
Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) memberikan Bimbingan Teknis (Bintek) Operasi dan Pemeliharaan (OP) diberikan kepada petugas OP irigasi di wilayah Daerah Irigasi (DI) kewenangan DIY. Bintek dilaksanakan 2 angkatan masing-masing dilaksanakan tanggal 25-27 September 2018 dan 8-10 Oktober 2018. Materi bintek meliputi kelembagaan BPSDA, one map dan validasi, operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, aplikasi GPS, serta pengamanan jaringan irigasi dan penanganan darurat bencana.
Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Dr. Murtiningrum, menyampaikan materi tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Materi yang disampaikan meliputi pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi termasuk praktek pengisian blangko OP. Materi selengkapnya dapat diunduh di sini.
Metode pembelajaran yang digunakan menggunakan pendekatan pembelajaran untuk orang dewasa dengan kombinasi metode competitive learning, collaborative learning, case-based learning, dan ceramah. Beberapa games tentang sumberdaya air dan pengelolaan irigasi dapat membuat materi menjadi sederhana dan mudah dimengerti oleh petugas OP. Kasus yang digunakan diperoleh dari data masing-masing daerah irigasi yang dikelola sehingga peserta langsung mempraktekkan pengelolaan irigasi dengan data aktual, bukan dummy.
Siap Siaga Semangat, demikian moto petugas operasi dan pemeliharaan (OP) Daerah Irigasi (DI) Pijenan Kamijoro. DI Pijenan Kamijoro adalah DI kewenangan provinsi yang berada di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga petugas OP DI Pijenan Kamijoro berstatus tenaga harian lepas pada Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA), Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumberdaya Mineral, DIY.
Kabupaten Bantul adalah salah satu kabupaten yang bergantung pada pertanian. Pertanian menggunakan lahan sebesar 31% dari seluruh wilayah dan menyumbangkan proporsi PDRB tertinggi di Kabupaten Bantul yaitu 21,77%. Untuk menunjang pertanian, dibangun berbagai infrastruktur irigasi untuk memenuhi kebutuhan air untuk pertanian. Pembangunan infrastruktur irigasi memerlukan tidak akan berarti tanpa pengelolaan yang baik agar dapat memberikan suplai air irigasi dalam jumlah cukup dan tepat waktu secara efisien.
Komentar Terbaru