Senin, 26 Agustus 2024 diselenggarakan Sidang ke-2 Komisi Irigasi Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2024. Acara ini terselenggara di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUPKP) Sleman. Hadir dalam sidang ini adalah anggota komisi irigasi DIY yang berasal dari unsur pemerintah yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas PUPKP bidang Sumber Daya Air, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan serta anggota dari unsur non-pemerintah yaitu perwakilan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Daerah Irigasi Kewenangan Kabupten. Sidang dipimpin oleh Warjoyo, ST dari Dinas PUPKP yang mewakili sekretariat komisi irigasi. Pada sidang ini, Dr. Murtiningrum, dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) bertindak sebagai narasumber.
Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) melalui bidang Operassi dan Pemeliharaan (O&P) melaksanakan pekerjaan Pemantauan dan Evaluasi Pengisian Blangko O&P di Daerah Irigasi (DI) di wilayah BBWS SO yaitu DI Karang Talun dan DI Tuk Kuning pada tanggal 22-23 Agustus 2024. Tujuan dilaksanakannya acara ini adalah untuk mengoptimalkan fungsi jaringan irigasi di wilayah BBWS SO. Acara yang dilaksanakan di kawasan Bendung Karang Talun, di Desa Karang Talun, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang ini dibuka dibuka oleh Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air I yaitu Bapak Tri Joko Saptono, S.Si., MT.
Balai Wilayah Sungai Sumatera IV Batam (BWS S4 Batam) mengadakan Pemberdayaan dan Fasilitasi Kelembagaan Pengembangan Tata Guna Air (PTGA) Wilayah Sungai Kepulauan Riau pada tanggal 16-18 Oktober 2023. Pemberdayaan diikuti oleh petugas Operasi dan Pemeliharaan (OP) dan Perkumpulan Petani pemakai Air (P3A) dari kabupaten yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Acara ini bertujuan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan lembaga pada pengelolaan sumber daya air.
Pada kesempatan ini, Dr. Murtiningrum, dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian UGM menyampaikan materi tentang teknologi tepat guna terkait irigasi dan kelembagaan dan administrasi P3A.
Latar Belakang
Salah satu aspek dalam modernisasi irigasi adalah real time, real allocation dan real losses dalam pemberian air irigasi. Salah satu komponen yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian air secara real time adalah hujan efektif harian yang spesifik lokasi.
Dasar Teori
Dalam konteks pertanian, hujan yang jatuh ke bumi bisa jatuh ke permukaan tanah atau ke permukaan tanaman. Jalur air hujan yang jatuh ke bumi bisa dilihat pada gambar berikut.
Istilah hujan efektif sering memiliki dipahami dengan cara yang berbeda-beda. Dalam konteks irigasi ini, hujan efektif yang dimaksud ialah jumlah hujan yang dapat ditampung oleh tanah di area perakaran dan dapat dimanfaatkan oleh pertumbuhan tanaman. Untuk padi hujan efektif, termasuk hujan yang tertampung di sawah (dalam pematang). Jumlah hujan yang hilang akibat perkolasi yang lebih dalam (menuju lapisan air tanah) dan limpasan permukaan dianggap sebagai hujan tidak efektif (ineffective rainfall). Dengan melihat Gambar jalur air hujan, maka komponen penyusun hujan efektif terdiri dari intersepsi, air yang dimanfaatkan oleh tanaman, dan evaporasi dari permukaan tanah. Bagian hujan yang tertahan di tanah dalam bentuk lengas tanah dan genangan pada budidaya padi nantinya akan dikonsumsi oleh tanaman menjadi bagian hujan efektif.
Video pembelajaran sebagai bagian dari mata kuliah Azas Teknik Irigasi pada bagian dari praktikum pengukuran debit di saluran terbuka. Video ini berisi konsep dan pelaksanaan pengukuran debit di saluran terbuka. Uraian disampaikan oleh dosen pengampu mata kuliah Azas Teknik Irigasi, Dr. Murtiningrum. Video ini dibiayai oleh Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) Program Studi Teknik Pertanian dan diunggah di channel youtube Teknik Pertanian & Biosistem UGM.
[Video] Modernisasi Irigasi di Indonesia: Apakah Dampaknya sudah Efektif?.
Video talkshow tentang modernisasi irigasi dengan narasumber Prof. Dr. Ir. Sigit Supadmo Arif, M.Eng. dan pembawa acara Dr. Murtiningrum STP., M.Eng. Talkshow ini diselenggarakan oleh Pusat Inovasi dan Kajian Akademik (PIKA) dan diunggah pada youtube UGM Channel
[Video] Smart Device: Peralatan Pendukung Implementasi Irigasi Nasional.
Video dokumenter yang menggambarkan implementasi smart device pada modernisasi irigasi di Indonesia untuk meningkatkan layanan irigasi. Pada video ini terdapat ilustrasi konflik yang disebabkan oleh air irigasi, pernyataan kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemeliharaan Jaringan Irigasi (PJI) Bedegolan, pernyataan ahli modernisasi irigasi, serta uraian setiap instrumen cerdas yang dikembangkan. Video ditutup dengan ilustrasi pemantauan smart device oleh petugas dan petani. Video ini ditayangkan pada upacara Dies Natalis ke-73 Universitas Gadjah Mada 19 Desember 2022.
Author: Rose Tirtalistyani, Murtiningrum Murtiningrum, and Rameshwar S. Kanwar
Abstract: Indonesia is likely to face a water crisis due to mismanagement of water resources, inefficient water systems, and weak institutions and regulatory organizations. In 2020, most of the fresh water in Indonesia was used for irrigation (74%) to support the agricultural sector, which occupies 30% of the total land area in Indonesia. Of all agricultural commodities, rice is one of the major and essential commodities, as it is the basic staple food for almost every Indonesian. However, in 2018, the Ministry of Public Works and Housing (MoPWH) reported that 46% of Indonesian irrigation infrastructure is moderately to heavily damaged. Looking at how irrigation can be very crucial to the welfare of Indonesian population, this study conducted an extensive literature review of the historical, current, and future management of irrigated rice production systems in Indonesia. This study has clearly shown that the irrigation systems in Indonesia have existed for thousands of years and, thus, there is a close relationship between irrigation and the socio-cultural life of the Indonesian population. Aside from how climate change influences water availability for irrigation, rice production with a constant water ponding system has been found to contribute to climate change, as it emits methane (CH4) and other greenhouse gases from agricultural fields of Indonesia. Therefore, the required modernization of irrigation systems in Indonesia needs to consider several factors, such as food demands for the increasing population and the impact of irrigated agriculture on global warming. Multi-stakeholders, such as the government, farmers, water user associations (WUA), and local research institutions, need to work together on the modernization of irrigation systems in Indonesia to meet the increasing food demands of the growing population and to minimize the impacts of agriculture on climate change.
Keywords: Indonesian irrigation systems; rice production; food security; greenhouse gas emissions
Mathematical Modeling-Based Management of a Sand Trap throughout Operational and Maintenance Periods
Author: by Ansita Gupitakingkin Pradipta, Ho Huu Loc, Sigit Nurhady, Murtiningrum, S. Mohanasundaram, Edward Park, Sangam Shrestha, and Sigit Supadmo Arif.
Abstract: Surface irrigation networks in Indonesia are damaged by several factors, and sedimentation is among the most severe challenges. Sand traps play a substantial role in improving irrigation system efficiency by reducing sedimentation. There are two periods in sand trap operation: the operational and maintenance periods. Pengasih is one of the irrigation schemes implemented in the Progo Opak Serang (POS) River Basin, which has a high level of erosion. This study aimed to propose an appropriate management strategy for the Pengasih sand trap as the first barrier in irrigation network sedimentation based on mathematical modeling. The HEC-RAS simulation software was used to simulate the sand trap hydraulic behaviour. The results show that the validated Manning’s coefficient was 0.025. The optimal transport parameters were Laursen for the potential function, Exner 5 for the sorting method, and Rubey for the fall velocity method. The recommended flushing timeframe is 315 min, with a discharge of 2 m3/s. We suggest that the sand trap flushing frequency be performed twice a year, and it can be performed at the end of March and October. This coincides with the end of the first and third planting seasons of the irrigation scheme.
Keywords: irrigation; sedimentation; sand trap; operational; flushing; modeling; HEC-RAS
Komentar Terbaru