Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan Indonesia adalah terwujudnya kedaulatan pangan melalui lima strategi yaitu (1) politik dan kebijakan pangan, (2) optimalisasi sumber daya lahan dan air, (3) pemandirian proses produksi dan infrastruktur, (4) jaringan dan kelembagaan petani, dan (5) pembudayaan pola konsumsi pangan lokal. Irigasi adalah salah satu fokus optimalisasi sumberdaya air guna mendukung pencapaian ketahanan pangan. Untuk itu pemerintah Indonesia telah mengembangkan infrastruktur utama irigasi berupa waduk dan bendung dalam beberapa tahun terakhir.
Pembangunan infrastruktur irigasi harus diikuti dengan pengembangan sumberdaya manusia sebagai strategi untuk meningkatkan layanan irigasi. Manusia adalah pengguna air sekaligus pengelola infrastruktur yang telah dibangun. Sumberdaya manusia pengelola irigasi menjadi modal bagi institusi karena pengetahuannya. Agar dapat mengelola sistem irigasi dengan baik, pengelola disyaratkan memiliki pengetahuan tentang sistem irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan pada pengelolaan irigasi serta untuk menentukan strategi untuk mengambangkan pengetahuan.
Metode
Penelitian dilakukan di Daerah Irigasi (DI) Lodoyo yang mengambil air dari Sungai Brantas melalui di Kabupaten Blitar untuk mengairi sawah di Kabupaten Blitar dan Tulungagung masing-masing seluas 1.637 ha dan 190.582 ha. Infrastruktur utama DI Lodoyo terdiri dari lima bangunan bagi sadap, 31,82 km saluran primer, dan 108,34 saluran sekunder. DI Lodoyo merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai Brantas yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Malang. Pengelolaan di tingkat tersier dilakukan oleh Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) yang merupakan kelompok pemakai air di suatu desa yang mendapat air dari DI Lodoyo. Beberapa HIPPA yang memperoleh air dari satu sekunder membentuk Gabungan HIPPA.
Pada penelitian ini, pengetahuan di tingkat petani diidentifikasi dengan kuesioner untuk mengukur tingkat kepentingan dan pemahaman. Responden adalah 18 GP3A dari 19 GP3A yang ada di DI Lodoyo. Jawaban yang diberikan diberi skor dengan Skala Likert untuk tingkat kepentingan dari 1 (sangat tidak penting) sampai 5 (sangat penting). Untuk tingkat pemahaman, Skala Likert berkisar dari 1 (sangat tidak paham) sampai 5 (sangat paham). Nilai tingkat kepentingan dan pemahaman terhadap suatu tahap operasi merupakan rata-rata aritmetik dari jawaban semua responden terhadap tahap tersebut. Validitas dan reliabilitas terhadaap jawaban responden dianalisis dengan momen Pearson. Kesenjangan pengetahuan merupakan selisih nilai tingkat kepentingan dan pemahaman.
Hasil
Hasil pengujian reliabilitas untuk setiap pertanyaan ditunjukkan pada tabel berikut. Hasil perhitungan semua rscore lebih besar daripada rtabel, sehingga data disimpulkan reliabel.
Hasil penilaian kepentingan dan penguasaan ditunjukkan pada tabel berikut. Tingkat kepentingan menunjukkan pentingnya suatu pengetahuan pada setiap tahap pekerjaan operasi menurut persepsi responden sedangkan pemahaman menunjukkan kepahaman responden terhadap pelaksanaan proses terkait.
Pembahasan
Tingkat kepentingan berkisar antara 3.38 sampai 4.66 artinya penting sampai sangat penting bagi responden. Tingkat kepentingan tertinggi adalah penelusuran jaringan irigasi yaitu aktivitas pengumpulan kondisi jaringan irigasi. Selain itu pengetahuan dengan tingkat kepentingan tinggi adalah pengetahuan tentang sumber air dan pencatatan debit.
Tingkat pemahaman berkisar dari 2.06 sampai 2.72 yang berarti kurang paham sampai paham. Tingkat pemahaman tertinggi yang dimiliki responden adalah pada pelaksanaan rencana tata tanam dan golongan. Meskipun responden menganggap pengetahuan tentang sumber air dan debitnya sangat penting, tetapi pengetahuan mereka tidak tertulis sehingga tingkat pemahamannya tidak tinggi.
Kesenjangan pengetahuan berkisar 0.95 sampai 2.55 yang berarti kurang sesuai sampai sesuai. Kesenjangan terkecil pada perencanaan giliran yaitu aktivitas distribusi air sehari-hari. Kesenjangan terbesar terjadi pada pencatatan debit. Kesenjangan pengetahuan yang besar juga timbul pada penyusunan golongan. Sebagian besar kesenjangan pengetahuan timbul karena catatan tertulis tidak tersedia atau terbatas. Petani menggunakan intuisi yang timbul karena pengalaman terhadap kondisi air dan tanaman. Pengetahuan tasit ini terbukti sesuai untuk melaksanakan operasi irigasi namun pengetahuan tasit relatif sulit untuk dibagikan.
Strategi untuk mengurangi kesenjangan pengetahuan meliputi proses externalisasi yaitu mengubah pengetahuan tasit menjadi eksplisit. Strategi yang mungkin dilakukan antara lain penulisan buku, pembuatan daata repository, pengumpulan data otomatis, dan pelatihan.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada:
- Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang telah memberikan fasilitasi penelitian ini melalui skema CinOP.
- Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tulungagung yang telah memberikan ijin penelitian dan menyediakan data lapangan
- Seluruh responden yang telah memberikan pernyataan.
Tim Peneliti
Peneliti: Sigit Supadmo Arif, Murtiningrum, Andri Prima Nugroho
Asisten: Rohmad Basuki, Ganang Cahyo Seputro, Safitri Rahmawati, Yusfan Ramela Putra, Mukhoirotul Khomsah